Kasus Korupsi Chromebook: Kontroversi yang Mengguncang Dunia Politik Indonesia 2025

korupsi Chromebook

◆ Kronologi Munculnya Kasus Chromebook

Kasus dugaan korupsi Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi salah satu skandal politik paling heboh di Indonesia pada tahun 2025. Skandal ini bermula dari program pengadaan laptop Chromebook untuk sekolah-sekolah di seluruh Indonesia yang diluncurkan pada 2021 sebagai bagian dari transformasi digital pendidikan nasional. Program ini bertujuan memberikan akses perangkat digital bagi siswa di daerah terpencil agar bisa mengikuti pembelajaran daring secara merata.

Namun, pada pertengahan 2025, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumumkan hasil audit yang menemukan kejanggalan besar dalam penggunaan anggaran proyek ini. Nilai proyek yang mencapai triliunan rupiah diduga mengalami pembengkakan biaya (mark-up) dan pengadaan barang yang tidak sesuai spesifikasi. Banyak perangkat yang dikirim ke sekolah dilaporkan rusak, tidak berfungsi, atau bahkan fiktif.

Investigasi awal mengarah pada dugaan keterlibatan beberapa pejabat tinggi Kemendikbudristek, termasuk mantan Menteri Nadiem Makarim, yang saat itu menjabat ketika proyek ini berjalan. Dugaan ini membuat publik geger karena Nadiem selama ini dikenal sebagai sosok muda berintegritas tinggi yang membawa semangat reformasi ke birokrasi pendidikan.


◆ Respons Pemerintah dan Lembaga Penegak Hukum

Kasus korupsi Chromebook memicu reaksi keras dari berbagai pihak, mulai dari DPR, KPK, hingga organisasi masyarakat sipil. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung membentuk tim penyelidik khusus untuk menelusuri aliran dana proyek dan memeriksa pejabat yang terlibat. KPK juga menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri transaksi mencurigakan yang mengarah ke rekening pribadi beberapa pejabat.

Sementara itu, pemerintah melalui Kemendikbudristek menyatakan mendukung penuh upaya pengusutan kasus ini dan berjanji akan menindak tegas siapa pun yang terbukti terlibat. Menteri pendidikan yang baru bahkan membentuk tim internal untuk melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh program pengadaan perangkat digital di kementeriannya. Langkah ini diambil untuk meredakan kemarahan publik yang merasa kecewa atas bobroknya tata kelola anggaran pendidikan.

Di sisi legislatif, DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengawasi jalannya penyelidikan kasus ini. Banyak anggota dewan menilai kasus Chromebook mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap proyek strategis nasional. Mereka mendesak agar seluruh program digitalisasi pendidikan dihentikan sementara hingga kasus ini selesai diusut agar tidak menimbulkan kerugian negara lebih besar.


◆ Dampak Politik dan Reaksi Publik

Kasus dugaan korupsi Chromebook langsung mengguncang stabilitas politik nasional. Reputasi pemerintah dalam hal tata kelola pendidikan hancur di mata publik. Tagar #SkandalChromebook dan #TangkapKoruptorPendidikan sempat menjadi trending topic di berbagai platform media sosial selama berminggu-minggu. Banyak masyarakat, khususnya kalangan guru dan pelajar, merasa dikhianati karena dana besar yang seharusnya untuk masa depan anak bangsa justru diduga dikorupsi.

Bagi Nadiem Makarim, kasus ini menjadi pukulan besar. Meski ia membantah semua tuduhan dan menyatakan siap bekerjasama dalam proses hukum, citranya sebagai pembaharu pendidikan ikut tercoreng. Beberapa kelompok masyarakat bahkan mendesak agar ia dicekal ke luar negeri selama proses penyelidikan berlangsung. Kejadian ini menimbulkan spekulasi bahwa kasus Chromebook bisa menghancurkan karier politik Nadiem yang sebelumnya disebut-sebut bakal maju dalam kontestasi Pilpres 2029.

Dampak politiknya juga dirasakan oleh partai-partai koalisi pemerintah. Oposisi memanfaatkan kasus ini untuk menyerang legitimasi pemerintah, menuduh ada pembiaran dan lemahnya pengawasan internal selama proyek berjalan. Hal ini membuat tensi politik di Senayan meningkat tajam, dengan saling tuding antar fraksi tentang siapa yang harus bertanggung jawab.


◆ Masalah Sistemik di Balik Skandal Chromebook

Kasus korupsi Chromebook tidak berdiri sendiri, melainkan mencerminkan masalah sistemik dalam tata kelola proyek pemerintah. Pertama, sistem pengadaan barang dan jasa masih rentan terhadap praktik mark-up dan kolusi antara penyedia dan pejabat pengadaan. Banyak perusahaan yang ditunjuk diduga hanya sebagai perusahaan cangkang (shell company) tanpa kemampuan produksi nyata.

Kedua, lemahnya sistem pengawasan internal membuat penyelewengan bisa terjadi dalam waktu lama tanpa terdeteksi. Dalam kasus Chromebook, banyak perangkat yang dilaporkan rusak atau fiktif, namun tetap dinyatakan lulus serah terima. Ini menunjukkan ada manipulasi data dan lemahnya pengawasan di tingkat pelaksana.

Ketiga, tidak adanya transparansi publik membuat masyarakat sulit mengawasi proyek berskala besar. Informasi soal spesifikasi barang, harga satuan, dan laporan distribusi tidak dibuka ke publik secara real time. Hal ini membuka celah bagi praktik korupsi yang sulit dikontrol oleh pihak luar seperti media dan LSM antikorupsi.


🧩 Kesimpulan: Kasus Chromebook Sebagai Titik Evaluasi Tata Kelola

⚖️ Momentum Reformasi Sistem Pengadaan

Kasus dugaan korupsi Chromebook menjadi peringatan keras bahwa sistem pengadaan barang pemerintah masih rawan penyimpangan. Pemerintah perlu menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk mereformasi total proses pengadaan dengan menekankan transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan publik dalam pengawasan.

🚨 Pelajaran bagi Generasi Pemimpin Masa Depan

Bagi publik, kasus ini menjadi pelajaran bahwa integritas individu saja tidak cukup jika tidak didukung sistem yang kuat. Generasi pemimpin masa depan harus membangun birokrasi yang tidak hanya mengandalkan figur, tetapi juga memperkuat regulasi, audit independen, dan mekanisme pelaporan yang terbuka agar korupsi tidak lagi berulang di sektor pendidikan.


Referensi: